Jumat, Februari 08, 2008

Merajut Karya Lewat Terjemah (Sebuah Pengantar)

Oleh: Muhtadi Kadi*

Pada dasarnya ilmu terjemah seperti ilmu renang. Dalam tataran teori, kita sudah memahami segala piranti yang dibutuhkan dalam berenang. Bahkan, kita paham bagaimana berenang dengan gaya kodok, gaya batu, gaya terlentang dan gaya-gaya yang lain. Namun, semuanya hanya sebatas teori saja kalau tidak dipraktekkan ke kolam renang langsung jebur kedalamnya.

Begitupun juga dengan terjemah. Sehebat apapun kita dalam ilmu alat (nahwu, shorof), dan sepintar apapun kita bisa memahami literatur buku, buku arab, namun jika kita tidak membiasakan diri dalam menerjemahkan, maka kita akan klimpungan bila kita diminta untuk menterjemahkannya dengan baik.

Banyak sekali manfa'at yang dapat kita petik dari terjemah. Selain kita bisa mentransfer ilmu ke Indonesia, kita juga mendapatkan upah dari jerih payah kita dalam memplototi kalimat demi kalimat.

Namun jangan dikira, apa yang kita terjemahkan serta merta diterima di salah satu penerbit Indonesia, kemudian dicetak, dan honornya dikirim ke rekening kita. Ibarat seorang petani yang ingin memanen padinya dengan baik, maka ia harus melalui beberapa fase. Pertama: Mencangkul ladang. Kedua: Menaburkan benih. Ketiga: Merawatnya dengan baik, dengan dikasih air dan dikasih pupuk. Keempat: Bila padinya sudah menguning harus dijaga dari hama wereng dan sebangsanya. Kelima: Siap dipanen dan memanen. Kurang lebih begitupun juga gambaran konotasi dengan beberapa fase dalam dunia terjemah.

Pertama: Mencangkul ladang. Ladang terjemah kita sangat luas dan banyak sekali. Dengan memejamkan mata saja, kita bisa mendapatkannya. Bagaimana tidak, disini kita bisa mendapatkan buku dengan sangat mudah, murah, dan tinggal menyesuaikan dengan menu selera kita. Yang perlu diperhatikan dalam fase ini adalah, kita memilih buku sesuai dengan kecendrungan kita, dan diperkirakan kita mampu untuk menggarapnya. Mentang-mentang ada buku terbaru langsung kita beli dan kita terjemahkan tanpa melihat aspek-aspek yang lain. Biasanya orang seperti ini akan putus di tengah jalan. Atau dengan kata lain "semangat seumur jagung". Piranti yang terpenting dalam fase ini adalah, kesungguhan niat, mau mencoba dan berusaha dengan sungguh-sungguh.

Kedua: Menaburkan benih. Setelah kita cocok dan mantep dengan buku-buku yang kita pilih, maka langkah selanjutnya adalah membuat sinopsis buku tersebut. Yang perlu kita perhatikan dalam fase ini, kita harus melihat kecondongan para konsumen buku di Indonesia. Atau tren yang lagi hot ditengah masyarakat. Misalnya, sebuah fenomena yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia dan selalu di minati oleh semua orang. Yaitu tentang "Cinta dan Seks." Maka, kita bisa mesinopsis buku yang bertemakan "Seks dalam Persepektif Islam" Sehingga buku yang kita sinopsis diterima oleh penerbit di Indonesia karena layak jual.

Sebuah sinopsis yang baik, kurang lebih berisikan data-data sebagai berikut:

1. Judul Asli (berbahasa Arab)

2. Judul Terjemah (Yang agak menjual sehingga membuat pembeli menjadi tertarik)

3. Pengarang

4. Muhaqiq (jika ada)

5. Terbitan (tahun)

6. Kota & Negara terbitan

7. Tebal buku (halaman)

8. Footnote (panjang/pendek)

9. Sinopsis (sedikitnya 5 paragraf)

10. Daftar Isi


Contoh sinopsis di atas sebagai berikut:

Syi'ah Versus Ahli Sunnah;
Pergulatan Fiqih, Pemikiran dan Sejarah


Judul asli : Asy-Syi'ah Wa as-Sunnah; Wa akhtilâfât al-Fiqhi Wa al-fikri, Wa at-Târîkh

Penulis : Rajab al-Banna
Penerbit : Dar al-Ma'ârif. Kairo
Cetakan pertama : 2004
Tebal buku : 355 halaman


Isi Buku

Pendahuluan: hal: 5
Kisah Syi'ah hal: 9
Apa yang ada dalam fiqih Syi'ah? hal: 31
Untuk kepentingan siapa kita menghancurkan jembatan? Hal: 45
Beberapa perbedaan Ahli Sunnah dan Syi'ah hal: 59
Imamah, ketaqwaan, dan mut'ah hal: 75
Golongan ekstrim memperburuk citra Syi'ah hal: 97

Beberapa pemikiran yang menyudutkan Syi'ah hal: 113
Perbedaan didalam golongan Syi'ah hal: 127
Ijtihad dalam persepektif Syi'ah hal: 148
Syi'ah dalam kacamata Ahli Sunnah hal: 165
Para ulama' sunni mensuport Syi'ah hal: 191
Ahli sunnah dalam kaca mata Syi'ah hal: 207
Rekontruksi madzhab Syi'ah hal: 233
Undang-undang hukum menurut Sy'iah hal: 259
Perekonomian islam perspektif Ahli Sunnah dan Syi'ah hal: 279
Penyandingan antara keduanya mungkinkah atau mustahil? hal: 303
Perbedaan fiqih ataukah konflik politik hal: 315
Penutup hal: 349.


Buku ini adalah sebuah upaya untuk memahami pemikiran dasar madhzab Syi'ah dan Sunni, serta apa yang ada diantara keduanya, baik dalam perbedaan maupun kesepakatan. Tentunya dengan kenetralan dan objektifitas dalam memaparkan beberapa pendapat dari kedua golongan ini. Pembahasan yang diajukan bersandarkan pada dukumen-dokumen yang terpercaya, baik dokumen klasik maupun moderen. Juga tidak lupa menyertakan pula beberapa pendapat dari para ulama' Syi'ah dan Sunni.

Dalam buku ini, sang penulis mencoba untuk menguak akar perbedaan sejarah dan politik antara kedua masdzab Islam yang paling di minati oleh para muslim di dunia ini.

Jika seorang muslim diwajibkan untuk mengetahui aqidah teman madzhabnya, dan mengetahui perbedaan didalamnya, maka dialog bukanlah sesuatu hal yang sia-sia ataupun lahan pertengkaran. Dialog adalah "manhaj" Islam untuk berinteraksi dengan orang yang bersebrangan dengan pandangan kita.

Kita sekarang di era keterbukaan dan era dialog antar agama. Lalu, apa gerangan yang menyumbat kita untuk mendialogkan pendapat dan pandangan antara sekte atau madzhab yang masih dalam satu naungan agama satu, yaitu agama kita Islam?! Dan bagaimana mungkin sebuah pemahaman bisa sempurna tanpa mengetahui dan memahami pendapat-pendapat yang dilontarkan dari setiap golongan ini?! Rajab al-Bana membedah persoalan-persoalan diatas dengan bahasanya yang khas, tentunya tertuang dalam buku ini.

Perbedaan yang mendasar antara kedua madzhab ini terwakili dalam dua perkara. Pertama: Imamah. Kaum Syi'ah mengatakan, bahwa imamah adalah termasuk dari rukun Islam yang wajib hukumnya bagi orang muslim untuk meyakininya. Sebagai kaum Sunni, bagaimanakah kita menanggapi aqidah seperti ini? Dengan landasan apa saudara kita kaum Syiah berkeyakinan seperti ini? Seluk beluk mulai dari sejarah, politik dan landasan hukum Nash yang dipakai oleh kedua sekte ini di ungkap secara mendetail dengan untaian bahasa yang mudah dicerna oleh kalayak umum.

Kedua: Nikah Mut'ah. Golongan Syi'ah membolehkan nikah mut'ah karena mereka berpegang pada Hadist Nabi. Sedangan golongan Sunni mengharamkannya juga berlandaskan dengan sunnah Nabi. Sama-sama mengikuti perintah nabi, namun mengapa mereka saling mencela bahkan mengkafirkan?

Orang yang beda madzhab dengan kita adalah saudara kita seatap Islam dan seperjuangan dalam li i'lâikalimatillah, serta melawan kaum zionis yahudi yang benar-benar ingin merobohkan islam dari pilar-pilarnya. Oleh karena itu, penyandingan (taqrîb) antara keduanya adalah suatu keharusan untuk mendapatkan pemahaman yang universal hingga fanatisme golongan dapat dipadamkan dari tumpuannya.

***
Setelah naskah sinopsis sudah jadi, maka kita kirimkan ke penerbit Indonesia. Inilah yang saya maksud dengan "menabur benih". Dalam penaburan benih ini, yang perlu kita perhatikan adalah kecondongan penerbit yang kita kirimi naskah sinopsis kita. Kalau buku-buku kita tentang dunia pemikiran, maka salah satu contohnya adalah ke penerbit LKIS Jogja, Mizan, dan Al-Kautsar Jakarta. Tentang kesufihan, ke penerbit Pustaka Sufi Jogja, atau As-Sabil Jakarta. Tentang sosial masyarakat dan keagamaan ke penerbit Qisti, atau Gema Insani Press Jakarta. Tentang Novel ke penerbit az-Zarô' Bandung. Dan lain sebagainya. Lebih mudahnya, bila anda ingin mendapatkan to'miyah bil bid, maka membelinya jangan di toko Rojab Son, cukup datang di Math'am Sabrowi atau ke Kafe Buuts Permai.

Piranti yang dibutuhkan dalam fase ini adalah, kamus al-Maurid, kamus arab Indonesia al-Ashri, kamus Inggris Indonesia, dan kamus bahasa Indonesia kalau ada. Yang paling penting adalah jangan putus asa dan patah semangat bila buku-buku yang kita kirim tidak diterima. Kirim lagi ke penerbit lain, siapa tahu mereka tertarik dengan buku-buku kita. Ingat, kang Thomas Alfa Edison penemu lampu balon yang manfaatnya dapat kita rasakan sampai sekarang, beliau mengalami kegagalan dalam melakukan percobaan penemuannya lebih dari seribu kali.
Ketiga: Merawatnya dengan baik. Bila ladang sudah dicangkul, benih sudah ditabur, dan benih tersebut bersemai subur dengan menampakkan daunnya yang hijau, seolah-olah melambaikan tanganya kepada kita, ketika angin semilir di sore hari menerpanya. Maka kita jangan senang dulu, justru itu pertanda pekerjaan menanti kita. Dengan kata lain, buku yang telah disepakati oleh penerbit harus kita respon dengan baik sesuai dengan surat perjanjian yang telah dikirimkan oleh penerbit kepada kita. Kalau buku kita diterima, pihak penerbit pasti mengirimkan surat perjanjian kepada kita. Salah satu bentuk contohnya seperti di bawah ini:

PERJANJIAN KERJA

PENERJEMAHAN BUKU

Bismillâhirrahmânirrahîm,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Drs. Aman Rahman

Jabatan : Direktur Redaksi Penerbit KARTIKA

Alamat : Jl. Kamajaya Blok. N no. 10 Duren Sawit Jakarta Timur

Bertindak atas nama At-Tanwir Press dan untuk selanjutnya disebut dengan Pihak Pertama.

Nama : Arman Mandala

Alamat : Katamea, Building 39 A Kairo, Mesir

Telepon/HP : +2027575437/+20118976353

Bertindak sebagai PENERJEMAH, dan untuk selanjutnya disebut dengan Pihak Kedua.

Kedua belah pihak menyatakan telah sepakat dan setuju untuk mengadakan perjanjian kerja PENERJEMAHAN buku:

Judul : Seks dalam perspektif Islam

Penulis : Dr. Ramli Aiman

Jumlah Halaman : 225

Hal-hal yang disetujui dan disepakati adalah sebagai berikut:

A. Hasil penerjemahan:

1. Ditulis menggunakan MS. Word

2. Font: Courier New

3. Ukuran font:

a. Judul Bab = 14

b. Isi = 12

c. Footnote = 10

4. Ukuran kertas: Legal (8,5 x 14 inc)

5. Margin kiri, kanan, atas, dan bawah: 2.5 cm

6. Spasi: Double

7. File disimpan dalam format RTF (Rich Text Format)

B. Waktu Penerjemahan: Satu bulan , terhitung sejak Perjanjian Kerja ini ditandatangani.

C. Honor Penerjemahan: Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah) per halaman hasil terjemahan.

D. Pembayaran honor penerjemahan dilakukan 3 (tiga) tahap:

1. Pembayaran pertama, 50% dari total honor penerjemahan, dilakukan 1 hari setelah penyerahan hasil terjemahan.

2. Pembayaran kedua, 25% dari total honor penerjemahan, dilakukan 1 minggu setelah penyerahan hasil terjemahan.

3. Pembayaran ketiga, 25% dari total honor penerjemahan, dilakukan setelah proses editing naskah diselesaikan Pihak Pertama dengan batas maksimal 1 bulan setelah penyerahan hasil terjemahan.

E. Pihak Pertama berhak mengembalikan naskah hasil terjemahan kepada Pihak Kedua untuk diperbaiki, apabila Pihak Pertama merasakan hasil terjemahan yang dibuat Pihak Kedua tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja.

F. Pihak Kedua berhak mendapatkan 3 (Tiga) eksemplar buku hasil terjemahan yang telah diterbitkan oleh Pihak Pertama.

Perjanjian Kerja ini dinyatakan sah dan mengikat serta berlaku setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak pada:

Tempat : Jakarta

Hari/Tgl : Kamis, 24 November 2005

Pihak Pertama,


TaNWIR Penerjemah

Pihak Kedua,


Drs. Aman Rahman Arman Mandala

* * *

Keempat: Bila padinya sudah menguning harus dijaga dari hama wereng dan sebangsanya. Fase ini adalah sebagai pengujian dari kesungguhan kita untuk merajut karya lewat terjemah. Karena dalam saat ini, anda telah menandatangni kontrak perjanjian kerja dengan penerbit. Kita sendiri yang menentukan baik dan buruknya kepercayaan yang telah diberikan kepada kita. Jika kita blang-bentong dalam penerjamahkan, maka kepercayaan tersebut akan susah untuk didapatkan yang kedua kali. Bila kita tidak menepati waktu kontrak yang telah disepakati, satu point kepercayaan orang lain kepada kita akan luntur. "kepercayaan tidak akan datang dua kali."

Penjagaan yang saya maksud dalam fase ini adalah, dalam penerjemahan kita harus memperhatikan gaya tulisan dari sang penerbit. Karena setiap penerbit memiliki gaya tulisan sendiri-sendiri sebagai indentitas mereka. Simpel kecilnya, kalimat "Al-Qur'an" apakah harus di tulis dengan "al-Qur'an" ataukah "Al-qur'an". Dan bagaimana peletakan tanda baca yang baik, serta bagaimana pemakaian kata-kata penghubung yang baik. Bila kita tidak memperhatikan kaedah ini, maka saya berani menjamin terjemahan anda pasti akan ditolak.

Diantara kendala yang sering dijumpai oleh mayoritas penerjemah, apabila menjumpai Hadits yang susah dipahami, bahkan mufrodatnya tidak ada dalam kamus. Satu-satu jalan harus bertanya kepada orang lain. Dan kita jangan malu untuk bertanya. Gara-gara malu bertanya, kita nekad menerjemahkannya dengan pemahaman yang kita paksakan. Bila kita salah dalam mengartikan, maka kita akan menaggung dosanya orang-orang yang membaca buku terjemahan kita. Padahal Nabi sendiri telah menegaskan dalam sabdanya, "Barang siapa yang berbohong tentang Aku (hadits) dengan sengaja, maka aku sediakan villa untuknya di neraka." Apakah hanya gara-gara malu dan mengejar karya, kita mengansurasikan jiwa kita di neraka Jahannam?

Idealnya, seorang penerjemah yang baik harus memiliki buku-buku Syarah Hadits atau CD nya. Salah satu contoh, ada hadist yang berbunyi:

من نقش عذب

Untuk mengetahui kandungan makna yang dimaksud, kita harus membuka Syarah Hadist ini, atau bertanya kepada orang lain yang kita pandang mampu. Ternyata makna yang dimaksud dalam hadits tersebut tidak sesimpel tulisannya. Hadits ini bermakna, "Barang siapa yang mengingkari dosa-dosanya di hadapan Allah besok dihari hisab, maka ia akan disiksa."

Kesulitan yang lainnya, tatkala menemui sya'ir. Maka patokan yang kita pegang adalah dzzauq (rasa) bahasa Indonesia. Karena apabila kita mengikuti pola kata yang tertulis dalam sya'ir, maka terjemahan kita akan tak enak dibaca dan tak sedap didengar. Padahal, kebanyakan syi'ir, adalah poin sentral sebuah pembahasan dalam suatu bab. Di antara caranya, kita tarik dulu makna yang dikandung dalam syi'ir, kemudian bahasanya kita olah sendiri disesuaikan dengan pantun. Bila akir dari setengah sathar (bait) berakiran A, maka sathar yang terakir harus berakiran A. Yang terpenting tidak keluar dari makna yang terkandung di dalamnya. Contoh:

سهام الليل صائبة المرامى # اذا وترت بأوتار الخشوع

Dalam dada para muslim anak panah malam menusuk

Bila malam dilalui dengan sholat yang penuh khusuk


Kelima:
Memanen dan dipanen. Bila kita sudah selesai menerjemahkan, maka langkah yang terakir adalah mengedit yang harus disesuaikan dengan gaya tulisan dari penerbit. Pada saat ini lah, sedikit kepuasaan dan harapan dapat kita rasakan. Puas karena kita sudah menyelesaiannya sesuai dengan limit waktu yang ditentukan. Dan harapan, karena sebentar lagi uang akan ditransper ke kantong kita. Akirnya dengan melewati beberapa fase yang penuh dengan pengorbanan, kita bisa memanen dari jerih payah kita. Namun jangan lupa, setelah memanen, kita harus ingat teman, terutama kekasih kita (bagi yang punya) dan teman sekamar kita. Karena beberapa minggu, dia kita cuekin. Bagi teman sekamar, kita ganggu dia dengan suara keyboard. Begitupun juga ketika ada teman yang silaturahmi ke rumah, kita cuekin karena kita lagi konsen dengan terjemah kita. Maka pada saat inilah kita memanen dan dipanen.

Di akhir coretan yang sederhana ini, mari kita bersama-sama merajut karya lewat berbagai bidang sesuai dengan kapsitas dan kemampuan kita. Apapun yang kita tulis, tidak akan pernah basi, juga tidak akan pernah lapuk oleh zaman dan lekang oleh waktu. Justru tulisan kita pada saat ini akan menjadi lembaran bukti sejarah hidup kita, dan akan menjadi dokumen penting jikalau kita sudah tiada. []

* Pimpinan Umam TaNWIR